RadarURL

28 November 2008

Ketika Menikah Tak Sekedar Keinginan

Ketika seseorang sudah memasuki fase menikah,namun jodoh belum juga kunjung datang..terkadang perasaan gelisah, gusar dan sejenisnya mulai melintasi pikiran,meskipun tak sama frekuensi kegelisahan/kecemasan itu pada setiap orang. misalnya seorang wanita yang sudah memasuki usia kepala 3,namun belum juga menikah,mungkin ada perasaan cemas dan gelisah.karena adanya statement masyarakat yang akan menganggapnya sebagai perawan tualah...ga lakulah.. atau ah..apalah. dan ketika suatu hari ada seseorang yang ingin melamarnya dan telah melalui berbagai proses..akhirnya menerima.

Tidak ada yang salah atas keputusan ini,ya..tidak ada salah memang,karena menikah merupakan fitrah bagi setiap manusia.Dengan menikah,Qta bisa melanjutkan keberlangsungan proses kehidupan Qta.Dengan menikah pula terkadang mampu merubah kehidupan sepasang anak manusia.namun hati2...jangan sampai Qta terjebak pada suatu pilihan karena ingin..atau karena faktor usia yang sudah cukup untuk menikah...atau karena tuntutan de..el...el..tanpa suatu persiapan.persiapan yang tak sekedar sebelum menikah (Fikriyah,ruhiyah,jasadiyah,finansial) tapi juga setelah menikah.

Pernikahan tak sekedar menyatukan sepasang anak manusia,tak sekedar menyatukan 2 keluarga dari budaya atau latar belakang yang berbeda,tak sekedar mempunyai anak dan setelah itu selesai sampai disitu.mungkin di awal2 pernikahan akan terasa indah,tapi setelah beberapa tahun pernikahan,terkadang kehidupan menjadi sebuah rutinitas2 yang biasa2 saja.

Tidak...tidak sekedar itu,tapi adanya perencanaan ke depan.Dengan menikah,keluarga seperti apa yang akan Qta bentuk?, ketika menjadi seorang ayah/ibu,akan menjadi ayah atau ibu seperti apa?, dan ketika mempunyai anak2,pola pendidikan seperti apa yang akan diberikan?. intinya...ada visi dan misi disitu.kemudian satukan visi dan misi dengan calon pendamping hidup Qta, dan selanjutnya buat komitmen bersama untuk menjalankannya,sehingga Qta sudah mempunyai gambaran akan seperti apa keluarga yang diinginkan...InsyaAllah...akan menjadi lebih terarah.

Perencanaan tak sekedar perencanaan,tapi juga harus ada persiapan,agar Qta sudah terbiasa dan tidak merasa tertatih-tatih menjalani perencanaan itu ketika sudah menikah.contoh kecil,Qta berencana mempunyai keluarga penghapal Qur'an,maka dari saat inilah..saat sebelum menikah biasakan diri,pecut diri Qta untuk menghapal Qur'an dan menjadikan sebagai wirid harian Qta.Qta menghapal Qur'an 1 halaman selama 1 pekan misalnya. atau contoh lain,Qta ingin menjadi ayah/ibu yang penyayang,bijaksana dan lain2,maka dari sekarang pula Qta latih diri qt,pelajari setiap fase perkembangan anak mulai dari batita sampai dewasa,latih diri Qta dengan banyal bergaul dengan mereka,pelajari pula ilmu kerumahtanggaan (memasak,menjahit dll)..mulai..mulai dari sekarang,bukan setelah menikah,karena pada fase tersebut Qta sudah memasuki tataran praktek yang sesungguhnya. itulah pernikahan yang mempunyai visi dan misi..bukan pernikahan yang sekedar keinginan...
sumber: forum.kotasantri.com Dikirim : Kamis, 27 November 2008 @ 17:06

13 November 2008

Shalat Istikharah "Media Mohon Petunjuk Di Saat Bimbang"

Oleh : Rahmat Hidayat Nasution
Dalam 'mengarungi' perjalanan hidup di dunia ini, sudah bukan mustahil manusia kerap dihadang bermacam persoalan yang pelik, hingga membuatnya harus berhati-hati dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan. Di antara aneka pilihan dan keeputusan yang sulit itu, bisa berupa soal jodoh, pekerjaan dan bahkan sampai memilih seorang pemimpin. Tak diragukan lagi, kalau pilihan yang diambil, sungguh, mengandung resiko. Karena itu, beruntunglah manusia yang memilih dengan pilihan yang tepat, sehingga membawanya ke arah kebaikan. Tapi, bagaimana kalau seseorang 'terjerumus' dalam pilihan yang salah? Sudah pasti, ia akan merugi. Sebab, pilihan yang buruk akan berakibat kerugian. Karena itu, agar manusia tidak menyesal di kemudian hari atas pilihan atau keputusan yang diambil. Kanjeng Nabi Saw. menganjurkan untuk melakukan shalat istikharah.
Shalat Istikharah adalah shalat sunnah 2 (dua) rakaat yang dilakukan ketika seseorang ragu dalam memilih dua perkara atau lebih. Juga, ketika seseorang mengahadapi permasalahan penting dalam memilih suatu keputusan yang berdampak besar. Dengan shalat itu, seseorang dianjurkan agar meminta petunjuk atau bimbingan Allah supaya keputusan yang diambil nantinya tidak salah.
Perkataan istikharah sendiri, berakar dari kata 'khiyarah' (pilihan). Adapun wazan (timbangan) istikharah dalam ilmu sharf adalah 'istaf ’ala', yang memiliki maksud 'lit thalab' (permohonan). Adapun di sini, istikharah berarti thalab al-khiyarah min Allah, yaitu usaha untuk mendapatkan sesuatu yang terbaik dengan cara memohon petunjuk kepada Allah lewat shalat. Tidak salah bila istikharah itu bersifat spiritual, yakni usaha yang sepenuhnya bersifat rohaniah. Soal istikharah ini, kanjeng nabi Saw bertutur, “Apabila salah seorang di antara kalian berniat melakukan suatu urusan, hendaklah dia shalat dua rakaat yang bukan fardlu kemudian hendaklah dia berdoa". Berdasarkan hadits ini, Imam Nawawi berkomentar, bahwa “ shalat istikarah disunnahkan di segala kondisi”. Pendapat senada juga dilontarkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab fathul Bari.
Tapi, berdasarkan petunjuk nabi, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa istikharah dilakukan dengan shalat sunnah dua rakaat di malam hari. Sejatinya, persoalan waktu pelaksanaan shalat istikharah itu dilakukan pada malam hari atau siang hairi tidaklah menjadi permasalahan yang cukup besar. Karena jika ditilik hadits tersebut, Kanjeng Rasul Saw. tidak menjelaskan waktu, dan bahkan tidak mencantumkan nama shalat itu sebagai shalat istikharah. Penamaan istikharah itu muncul dari istilah ulama bukan dari Rasulullah Saw. Jadi, shalat itu hakekatnya adalah shalat sunnat mutlak yang tidak memiliki waktu penetapan dalam pelaksaannya. Kemudian berubah menjadi istikharah karena terkait dengan hajat (keperluan) hamba terhadap Rabb-nya dalam memilihkan jawaban terbaik dari persoalan yang dihadapinya. Dapat dikatakan, bahwa shalat istikharah nyaris sama dengan sholat hajat yang pada dasarnya tidak memiliki waktu penetapan pelakasaannya.
Adapun tata cara shalatnya tidak jauh berbeda dengan shalat sunnah lainnya. Perbedaannya hanya terletak ketika selesai shalat, orang yang bersangkutan disuruh membaca doa istikharah yang intinya berisi permohonan kepada Allah Swt., agar ia diberikan sesuatu yang terbaik untuk kepentingan jangka pendek (dunia) maupun jangka panjang (akhirat). Berdasarkan hadits itu pula, seorang muslim, menurut Imam Syaukani, tidak boleh meremehkan sesuatu perkara dan mengabaikan istikharah. Kenapa? Sebab, banyak sekali terjadi kasus kecil yang diremehkan atau disepelekan, namun ketika diambil atau dtinggalkan, justru menimbulkan bahaya besar di kemudian hari.
Shalat istikharah sangat penting untuk dilakukan karena pilihan manusia acapkali bersifat subjektif dan terkadang tak terlepas dari dorongan nafsu. Sehingga, pilihan manusia seringkali mencewakan dan menimbulkan kekesalan. Dapat dipahami jika manusia kadang membenci sesuatu yang baik dan sebaliknya mencintai sesuatu yang buruk. Dalam hal ini, al-Qur an mensitirnya dalam surat Al-Baqarah ayat 216: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia sangat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetauhi, sedangkan kamu tidak mengetauhi”.
Sebagai petunjuk dari Allah, pilihan melalui istikharah akan memberikan keyakinan yang amat kuat dan mantap. Tak salah, jika jawaban dari istikharah yang dilakukan seseorang kadang bisa munculnya satu keyakinan yang mantap dalam diri, yang memotivasi diri untuk mengambil keputusan dari permasalahan yang tengah dihadapi. Boleh jadi, jawaban dari istikharah juga bisa muncul lewat suatu mimpi. Perlu diketauhi, bahwa mimpi itu ada tiga macam. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muttafaqun ‘alaih disebutkan, bahwa jenis mimpi yang pertama adalah mimpi baik, yaitu suatu kabar yang menyenangkan dari Allah. Kedua, mimpi yang menyedihkan atau menakutkan yang datangnya dari setan. Dan ketiga, mimpi yang timbul karena ilusi angan-angan atau khayalan manusia belaka. Meski demikian, jawaban Allah adalah hak priogatif Allah yang tidak dapat ganggu gugat. Oleh karena itu, yang perlu menjadi titik tekan disini adalah bahwa seseorang melaksanakan shalat istikharah, semata-mata menyerahkan urusan yang dipilih itu kepada Allah, akan mendapatkan bimbingan Allah sehingga segala urusan hanya kepada Allah semata. Sebab, jika pilihan itu plihan terbaik, maka Allah akan memudahkannya bagi orang itu dan akan memberkahinya. Tetapi jika hal tersebut adalah sebaliknya, maka Allah akan memalingkannya dan memudahkan orang itu kepada kebaikan sesuai dengan izin-Nya.
Untuk itu, shalat istikharah harus dilakukan dengan niat ikhlas mengharapkan keridhaan Allah dan dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Sebab, kalau istikharah yang dilakukan itu sepenuhnya hanya untuk Allah Swt. dan mendekatkan diri kepada-Nya, niscaya Allah Swt. akan memberikan bimbingan dan petunjuk bagi seorang hamba yang berserah diri sepenuhnya. Tak salah, jika shalat istikharah menjadi media mohon petunjuk bagi seseorang saat ia dihadapkan pada kebimbangan dalam memilih.
Penulis adalah mahasiswa universitas al-Azhar Kairo, Mesir, Faklultas Syariah Islamiyah, Tingkat IV dan kontributor tulisan hikmah CyberMQ.com